M. Fachry
Selasa, 21 Februari 2012 20:45:24
Selasa, 21 Februari 2012 20:45:24
Weekly Report - Buruk muka, cermin dibelah! Pepatah ini cocok dinisbatkan ke negara gagal bernama Indonesia.
Setelah pelbagai ‘prestasi’ disandangnya, seperti negara terkorup,
nagara bedebah, kini Indonesia juga mendapat predikat Republik Preman.
Sayangnya, sebagaimana makna pepatah buruk muka, cermin dibelah di
atas, negeri ini tidak juga menyadari bahwa kesalahan ada pada dirinya
sendiri bukan di tempat lain. Kaum Muslimin, khususnya yang berdakwah
agar syariat Islam dapat diterapkan di negeri ini sering kali menjadi
‘kambing hitam’ dan dianggap sebagai kelompok provokator, hingga harus
dibubarkan.
Padahal sejatinya, yang harus dibubarkan adalah sistem demokrasi
sekuler yang diterapkan negeri ini. Karena sebagaimana diungkapkan Sir
Winston Churchill (PM Inggris pada masa PD II), demokrasi bukanlah
sistem yang baik, dia menyimpan kesalahan dalam dirinya (built in error).
Negara Gagal, SBY malah mau beli pesawat
Sebagai partai berkuasa di negeri ini, Partai Demokrat semakin hari
semakin hancur. Partai yang keluar sebagai pemenang pemilu ala sistem
demokrasi sekuler tersebut saat ini dirundung masalah serius, para
kadernya terseret kasus korupsi berat, bahkan dikhawatirkan akan
menyeret para petinggi partainya, hingga ke Ketua Umum, Anas
Urbaningrum.
Sayangnya, tidak ada sense of crisis dari SBY, bahkan untuk
masalah yang sangat krusial dan menentukan tersebut, apalagi untuk
peduli dalam masalah yang lain. SBY bahkan berencana akan membeli
pesawat senilai Rp 912 miliar, di saat rakyat miskin di negeri ini masih
mengais kesejahteraan dari pemerintahnya. Ironisnya lagi, dana untuk
membeli pesawat kepresidenan tersebut berasal dari hutang.
Menurut Uchok Sky, Koordinator Investigasi dan Advokasi Forum
Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), pembelian pesawat senilai
Rp 912 miliar ini telah melanggar hak subyektif rakyat berupa hilangnya
hak konstitusional rakyat terhadap anggaran. Sesuai dengan UUD 1945,
prioritas utama pengelolaan anggaran sebesar-besarnya untuk kemakmuran
rakyat. Pembelian pesawat juga dinilai melanggar kewajiban hukum
presiden untuk mensejahterakan seluruh rakyat.
Kalau SBY lebih memihak rakyat ketimbang membeli pesawat, maka uang
senilai Rp 921 miliar ini bisa digunakan untuk membangun 9.121 rumah
sederhana, atau untuk penyediaan jaminan kesehatan masyarakat sebanyak
11.060.969 penduduk miskin, atau bisa juga untuk memperbaiki 4.560
sekolah.
Lebih menyakitkan lagi, negeri ini terus menerus memusuhi kaum
Muslimin, menuduh para pengemban dakwahnya sebagai teroris untuk
kemudian menghukum mereka seberat-beratnya.
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) bahkan
memberikan akses illegal kepada badan pemerintahan kafir Amerika, FBI
(Federal Bureau of Investigation) di sejumlah lembaga pemasyarakatan
(lapas) untuk menginterogasi para tahanan terutama tersangka
“terorisme”. Kemenkumham atas ‘jasa’nya ini akan mendapatkan gelontoran
dana dari AS sebesar 1 triliun per tahun.
Atas kebijakan yang sangat pro barat dan anti Islam ini, pengamat
intelijen Umar Abduh, menganggap SBY adalah bagian dari budak Yahudi.
Hal ini sebagaimana yang dikatakan Umar Abduh kepada i-today
pada (14/2/2012) lalu bahwa : ”Pemerintahan SBY telah terlibat jauh
dalam proyek teroris. Proyek ini jelas-jelas merupakan perang tingkat
tinggi antara Yahudi dengan Islam. Jika Kemenkum HAM mengijinkan FBI
berkiprah di Indonesia, bisa dikatakan Kemenkum HAM bagian dari Yahudi.”
Menurut Umar, proyek-proyek anti teroris yang dijalankan pemerintah
merupakan bagian dari kerjasama Yahudi anti Islam. “Jika orang asing
diberikan kesempatan mengawasi orang Indonesia, di mana kedaulatan
Indonesia. Bantuan asing ditujukan untuk mengadudomba Islam dengan
pemerintah”, dikutip i-today.
Umar yakin bahwa SBY adalah bagian dari budak Yahudi, ”Jika SBY
menyetujui kerjasama Indonesia dengan Amerika Serikat, dalam hal ini
FBI, saya yakin SBY bagian dari budak Yahudi,” tegas Umar.
Di samping itu, sebagaimana diungkapkan oleh Ustadz Abu Bakar
Ba’asyir dalam bukunya Risalah Tauhid & Iman yang ditulisnya dari
Bareskrim Mabes Polri, rezim SBY dan Densus 88 juga aktif memerangi
kemurnian tauhid dan iman dengan cara “deradikalisasi” agar umat Islam
bersikap lunak terhadap kemusyrikan dan kemungkaran sehingga pengamalan
tauhid mereka bercampur dengan kemusyrikan dan iman mereka bercampur
dengan kemungkaran dan ideologi kekafiran.
“Maka janganlah kamu ikuti orang-orang yang mendustakan
(ayat-ayat Allah). Maka mereka menginginkan supaya kamu bersikap lunak
lalu mereka bersikap lunak (pula kepadamu).” (QS. Al Qolam : 8-9)
Bela FPI, Dukung Indonesia Tanpa JIL
Kekerasan adalah salah satu ‘kambing hitam’ yang sering digunakan
oleh negara gagal Indonesia, untuk membelah cermin ketika terlihat
keburukan mukanya. Kekerasan yang belakangan ini marak terjadi di negara
gagal Indonesia, menarik perhatian dan komentar berbagai pihak,
termasuk Menteri Agama.
Menariknya, Menteri Agama yang juga Ketua Umum Partai Persatuan
Pembangunan (PPP) tersebut mengatakan bahwa kegaduhan pasti akan
menyertai ketika jalan yang dipilih oleh bangsa ini adalah demokrasi.
“Semua itu menciderai kerukunan dalam masyarakat, ketika demokrasi
menjadi jalan yang dipilih oleh Indonesia, maka kegaduhan pasti
menyertainya, karena pada demokrasi, setiap suara memiliki hak yang
sama.”
Rusaknya sistem demokrasi dalam mengelola negeri ini semakin terkuak
ketika atas nama kebebasan, segerombolan rasisme fanatisme anarkisme
pimpinan Gubernur Kalteng, Teras Narang, bermaksud melakukan
penghadangan, bahkan pembunuhan terhadap delegasi pimpinan Front Pembela
Islam (FPI) yang akan melakukan acara dakwah di Kalimantan Tengah.
Tragedi ini menyulut api peperangan lebih besar lagi antara para
pendukung kebebasan (anti syariat Islam) dengan umat Islam yang pro
syariat Islam, yakni mendukung dan menghendaki dakwah, amar maruf nahi
munkar, serta penerapan syariat Islam di negeri mayoritas Muslim ini.
Ironisnya, pemerintah gagal ini bersama media-media kafir sekuler
ikut-ikutan bersuara, membuat makar, yang berujung kepada gerakan dan
aksi untuk menolak FPI, menghasut FPI sebagai penebar kekerasan, dan
akhirnya berujung kepada kampanye Indonesia Tanpa FPI.
Menurut Ketua Umum FPI, Habib Muhammad Riziq Syihab, ada skenario
janggal berupa penyesatan opini publik bahwa seakan-akan keberadaan FPI
di Kalteng dapat mengganggu kestabilan masyarakat terutama Suku Dayak.
Padahal, selama ini FPI telah memiliki hubungan baik dengan berbagai
suku Dayak se-Kalimantan.
Habib Rizieq mengaskan bahwa, ribuan massa penghadang yang berusaha
membunuh Delegasi FPI bukanlah warga Dayak asli melainkan orang-orang
binaan Gubernur Kalteng, Teras Narang cs, yang mengklaim sebagai suku
Dayak.
Demi memenuhi ambisinya untuk membungkam Islam dan Kaum Muslimin,
terutama karena mereka semua anti syariat Islam, maka muncul aksi
segerombolan orang yang menamakan diri “Koalisi Rakyat Indonesia Tanpa
FPI” yang menuntut pembubaran FPI karena dianggap pelaku kekerasan.
Lucunya, aksi mengatasnamakan masyarakat Indonesia ini hanya
dilakukan oleh 43 orang saja, tidak lebih. Aksi anti syariat Islam ini
ternyata terbukti dilakukan oleh gerombolan musuh-musuh Islam ekstrim,
yakni kelompok Jaringan Islam Liberal (JIL) yang sering diplesetkan
menjadi Jaringan Iblis Laknatullah.
Aksi Indonesia Tanpa FPI yang disponsori JIL di depan Plasa Indonesia
(14/2/2012) hakikatnya adalah dukungan terhadap tindakan anarkis yang
dilakukan para preman yang mengatasnamakan masyarakat Dayak yang
mengancam akan membunuh empat pimpinan FPI Pusat di Palangkaraya,
Kalteng, Sabtu lalu.
Mereka yang sepanjang aksi dari pukul 16.00 hingga 17.00 WIB meneriakkan Indonesia Tanpa FPI adalah Ulil
Abshar Abdallah (JIL/Freedom Institute), Alissa Wahid (putri Gus Dur),
Anis Hidayah (Migrant Care), Guntur Romli (JIL/Salihara), Hanung
Bramantyo (sutradara liberal) dan Vivi Widyawati (LSM Perempuan
Mahardika).
Ironisnya lagi, para peserta pendukung gerombolan JIL dalam aksi
tolak FPI tersebut adalah para bencong, pria rambut gimbal bertato,
cewek bertato dan perokok, serta sutradara yang rajin membuat film yang
menusuk Islam dan kaum Muslimin. Jadi tidak keliru kalau dikatakan bahwa
aksi Indonesia Tanpa FPI pada hakikatnya adalah gerombolan anti syariat
Islam yang sangat benci dengan FPI karena FPI dikenal konsisten
mendakwahkah syariat Islam dan penerapan syariat Islam.
Sementara itu, Ustadz Shobri Lubis, Sekjen DPP FPI dari Markas Pusat
FPI di Jalan Petamburan 3, Jakarta pada Rabu malam(15/2) mengomentari
aksi Indonesia Tanpa FPI yang dilakukan oleh gerombolan JIL.
“Itu kegedean berkoar-koar. Impiannya terlalu besar,” kata Ustadz Shobri Lubis kepada arrahmah.com.
Ustadz Shobri menambahkan, rakyat Indonesia sendiri sudah mengerti
tentang tujuan dan tindak tanduk FPI, yang dalam aktivitasnya melakukan
pembelaan terhadap masyarakat lemah dan terzholimi, meskipun tidak
terekspos.
“Kami berjuang untuk membela kaum yang lemah, dan untuk menegakkan syari’at Islam,” ujarnya.
Ketua Bidang Nahi Munkar DPP FPI, Munarman menyebut aksi Indonesia
Tanpa FPI hanyalah gerakan sekelompok orang yang kurang kerjaan.
“Biarain aja lah kami enggak ada urusan. Itu demo orang kurang
kerjaan,” ujar Juru Bicara FPI Munarman, Selasa (14/2). Menurut
Munarman, para pendemo tidak konsisten dengan semangat antikekerasan.
“Mereka mendukung Indonesia tanpa FPI, berarti mereka mendukung
terjadinya aksi kekerasan dan kebrutalan itu. Apa mereka tidak lihat
preman-preman itu masuk bandara bawa-bawa senjata tajam?” Mereka yang
berdemo itu dalam Islam masuk kategori orang-orang munafik dan tidak
konsisten,” tandasnya.
Semua butuh FPI, Indonesia lebih baik tanpa JIL
Gerakan Indonesia Butuh FPI. Kirimkan dukungan untuk FPI (Front
Pembela Islam) dengan cara ketik Indonesia Butuh FPI, dan seterusnya.
Demikian trend topik yang sedang marak di jejaring sosial
negeri ini yang menunjukkan dukungan umat Islam yang cinta dan rindu
dengan syariat Islam.
Sebaliknya, bermunculan pula penolakan umat Islam kepada JIL
(Jaringan Islam Liberal). Fauzi Baadilla, seorang pemain film dan
sinetron serta model iklan dan model video klip melakukan penolakan
terhadap liberalisme dengan mengatakan “Indonesia Tanpa JIL”, dalam sebuah video yang diunggah di jejaring sosial.
Video yang berdurasi 32 detik tersebut diunggah dalam sebuah Fans Page Facebook dengan nama #IndonesiaTanpaJIL dan diberi judul “Fauzi Baadila for #IndonesiaTanpaJIL !“. Video diawali dengan kemunculan Fauzi Baadila yang mengucapkan “Indonesia Tanpa JIL” seraya mengacungkan jari telunjuknya.
Kemudian video dengan latarbelakang suasana jalanan tersebut
memunculkan tulisan “Karena Indonesia Lebih Asik Tanpa JIL (Jaringan
Islam Liberal)”, dan ditutup dengan tulisan #IndonesiaTanpaJIL serta
logo Twitter dan Facebook.
Gerakan Indonesia Tanpa JIL di jejaring sosial ini kabarnya sudah
menembus angka dukungan 1000 pengguna sekitar pukul 11.00 WIB, Senin
Siang (20/2/2012). Gerakan Indonesia Tanpa JIL sebelumnya marak di
twitterland setelah adanya gerakan para aktivis Jaringan Islam Liberal
(JIL), yang mengusung Gerakan Indonesia Tanpa FPI. Pertarungan al haq
(kebenaran) melawan al batil (kesesatan) rupanya marak pula di dunia
maya, selain di dunia nyata.
Dahsyatnya lagi, dukungan untuk FPI ternyata tidak melulu dari umat
Islam dan kaum Muslimin saja, melainkan juga datang dari penganut
Kristiani. Ada sebuah tulisan dari seorang Kristiani yang berjudul
“Saya, seorang Kristian Mendukung FPI”, yang dikutip dari kompasiana.com: Berikut sedikit kutipannya, pada bagian akhir.
Saya jadi teringat ketika ada demo penolakan FPI di bundaran HI.
Kebanyakan dari peserta demo adalah kamum gay, lesbian, tuna susila, dan
semacamnya. Wajar jika mereka menolak FPI, karena memang status mereka
bertentangan dengan agama. Dan kagetnya lagi, saya mendapat info bahwa
penggerak demo Penolakan FPI adalah Ulil Abshar Abdalla, fungsionaris
partai Demokrat yang sedang terjerat kasus korupsi dan disebut-sebut
juga sebagai anggota JIL [Jaringan Islam liberal]. Wow. Pantas saja Ulil
Abshar Abdalla menggerakkan massa untuk menolak keberadaan FPI, karena
FPI telah mencatut namanya sebagai salah satu oknum yang bersembunyi di
Partai yang kebanyakan anggotanya sedang terjerat kasus korupsi. Tentang
berita penolakan FPI di Palangkaraya, itu juga disebut-sebut sebagai
upaya Ulil Abshar Abdalla untuk ‘memusnahkan’ FPI dari dunia ini.
Padahal warga Dayak sendiri yang meminta FPI berdiri di Kalteng
Saya sebagai penganut Katholik, mendukung upaya FPI untuk memerangi kejahatan.
Penulis: Lia Christine
Dari kalangan kaum Muslimin, dukungan untuk FPI terus mengalir, dari
kelompok dakwah, ormas, para ustadz, baik disampaikan secara langsung
maupun tidak. Hal ini karena seluruh kaum Muslimin mencintai FPI, cinta
syariat Islam dan karena setiap Muslim adalah bersaudara.
KH. Muhammad Arifin Ilham, seorang Ustadz lembut pemimpin Majelis Dzikir Az-Zikra, menegaskan dukungannya terhadap Front Pembela Islam (FPI), dengan menulis pernyataan di halaman akun Facebook
beliau pada hari Kamis (16/2/2012) yang berisi pernyataan dukungan
terhadap FPI dan kritikan terhadap oknum pejabat dan media sekuler yang
mendukung kemaksiatan dan menyebarkan berita fitnah seakan FPI anarkis.
” FPI dalam tubuh umat Islam Indonesia laksana TANGAN,” tegas Ustadz.
Selain
itu, Ustadz juga mengecam kelompok yang ingin membubarkan FPI dan
membiarkan kemaksiatan merajalela, ”siapa yg ingin membubarkan
FPI?…kebebasan macam apa yg dinginkan? Ingat!, kalau ma’siyat &
kemungkaran dibiarkan merajalela ‘fahaaqqo alaihal qoul’ adzab ALLAH
akan turun sbgm minimpa kaum Aad, Tsamud, kaum homo dsb (QS 17 : 16,17),
apa terus dibiarkan saat hukum sudah bisa “beli” hancurlah negeri ini,”
ujar Ustadz Arifin.
Dari Solo, dukungan untuk FPI dilakukan oleh Solidaritas Muslim
Surakarta yang mendatangi Polresta Surakarta, Kamis (16/2/2012).
Perwakilan massa dari LUIS diterima oleh Wakapolres AKBP Ahmad Lutfi SH
yang kemudian turut menyampakan beberapa bukti aksi anarkisme yang
dilakukan Dayak Kafir dalam pengusiran dan percobaan pembunuhan terhadap
pimpinan FPI. Aksi diakhiri dengan pembacaan surat pernyataan sikap.
Dari Jakarta, Forum Umat Islam (FUI) juga bereaksi mengutuk percobaan
pembunuhan pengurus FPI Pusat di Kalimantan Tengah. Melalui Sekjennya,
KH. Muhammad Al Khaththath, FUI mengeluarkan secara resmi pernyataan
sikapnya pada hari Senin 21 Robi’ul Awwal 1433 H atau bertepatan dengan
tanggal 13 Februari 2012 M.
Dalam salah satu butir pernyataannya, FUI mengutuk tindakan
gerombolan yang mengatasnamakan suku Dayak yang telah mengepung pesawat
dan mengacung-acungkan senjata untuk membunuh empat pimpinan FPI yang
ada di dalam pesawat, bahkan mengejar ke Kuala Kapuas untuk mengusir dan
hendak membunuh mereka serta membakar rumah/panggung Tabligh Akbar.
Di akhir pernyataan, FUI meminta semua pimpinan ormas dan lembaga
Islam serta semua komponan umat Islam untuk memberikan simpati dan
dukungan kepada FPI agar tetap melanjutkan dakwah dan amar makruf nahi
munkar di seluruh wilayah NKRI, termasuk Kalimantan Tengah.
Sementara itu, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) menyatakan menolak upaya
pembubaran Front Pembela Islam (FPI) yang sedang diopinikan oleh
sekelompok kecil masyarakat.
“Hizbut Tahrir
pada satu sisi memang tidak setuju dengan kekerasan, tapi kalau FPI
dibubarkan dengan alasan kekerasan kami tidak setuju,” ujar Ketua Umum HTI, Ustadz Muhammad Rahmat Kurnia di Jakarta, Rabu (15/2).
Menurutnya isu pembubaran tersebut harus segera dihentikan, karena
hanya upaya pihak tertentu untuk menggunakan momentum peristiwa di
Kalimantan untuk memperjuangkan kepentingan kelompok tertentu.
“Harus direm itu, hentikan isu pembubaran. Karena ini hanya momentum kasus Kalimantan.
Ini momentum yang diangkat untuk membubarkan ormas, karena ini sudah
dari dulu. Kalau tidak, ini saya lihat eskalasinya akan meningkat.
Kenapa? Pasti nanti akan ada perlawanan dari internal FPI.”
Dari Bogor, Forum Sillah Ukhuwah Antar Pemuda Islam (FOS ARMI)
menyatakan secara resmi dukungan terhadap FPI dan menolak dengan tegas
pembubaran FPI. Di akhir dukungannya kepada FPI, FOS ARMI menghimbau
agar seharusnya setiap Umat Islam mendukung dan membela FPI dan tidak
mendengarkan orang-orang kafir. FPI adalah pembela Umat Islam dan
memberantas kemaksiatan tanpa gentar. Kami menyeru kepada pemuda-pemudi
Muslim untuk mendukung saudara-saudara di FPI dan dan bangkit bersama
FPI untuk menegakkan Amar Ma’ruf Nahi Munkar, dan tidak terpengaruh oleh media-media sekuler-liberal.
Bahkan dari penjara Kabareskrim, Mabes Polri di Jakarta, dukungan
juga mengalir untuk FPI, yakni dari Ustadz Abu Bakar Ba’asyir (ABB).
Ustadz ABB mengomentari penghadangan dayak kafir kepada para ustadz
Front Pembela Islam (FPI) yang hendak berkunjung ke Palangkaraya dan
Kuala Kapuas, Kalimantan Tengah untuk urusan dakwah, Sabtu (11/2).
Menurut beliau, sebagaimana dikutip dari halaman Facebook Ustadz
Hasyim Abdullah, “Peristiwa penghadangan terhadap FPI ini adalah bentuk
penghinaan yang dilakukan oleh orang-orang kafir terhadap Islam.
Kejadian ini sebagai peringatan dari Alloh ta’alaa untuk yang kesekian
kalinya agar umat islam sadar dari kekeliruannya selama ini.
Umat Islam akan selalu terkena fitnah dan terus menerus di dzolimi
oleh orang-orang kafir, selama umat Islam tidak mempunyai “Negara
Islam/Daulah Islamiyyah.” yang melindungi dirinya dari fitnah-fitnah dan
kedzoliman-kedzoliman yang dilakukan oleh orang-orang kafir dan
antek-anteknya.
Sudah saatnya umat Islam bangkit berjihad memperjuangkan tegaknya
Negara Islam. Oleh karenanya kita harus tegas menyampaikan hal ini.
Tujuan perjuangan kita hanya satu, tegaknya Negara Islam/Daulah
Islamiyyah. Ini harga mati tidak ada kompromi lagi.”
Jadi, kalau negara sudah gagal, buruk mukanya, jangan cermin yang
dibelah! Segera gantikan negara gagal tersebut dengan sistem negara yang
diturunkan oleh Allah SWT., sistem kenegaraan yang berdasarkan syariat
Islam dan menerapkan syariat Islam secara kaffah (sempurna). Saat
itulah, rahmat bagi alam semesta akan terwujud. Allahu Akbar!
Sumber : arrahmah.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar