Islam menganjurkan
manusia untuk bekerja atau berniaga, dan menghindari kegiatan meminta-minta
dalam mencari harta kekayaan. Manusia memerlukan harta kekayaan sebagai alat
untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari termasuk untuk memenuhi sebagian
perintah Allah, seperti infak, zakat, pergi haji, perang (jihad) dan
sebagainya.
Kepemilikan harta
kekayaan pada manusia terbatas pada kepemilikan kemanfaatannya selama masih
hidup di dunia, dan bukan kepemilikan secara mutlak. Saat dia meninggal,
kepemilikan tersebut berakhir dan harus didistribusikan kepada ahli warisnya,
sesuai ketentuan syariah.
Ketentuan syariah
berkaitan dengan penggunaan harta, antara lain :
1. Tidak
boros dan tidak kikir
2. Memberi
infak dan shodaqoh
3. Membayar
zakat sesuai ketentuan
4. Memberi
pinjaman tanpa bunga (qarditul hasan)
5. Meringankan
kesulitan orang yang berutang
Di dalam sistem
keuangan syariah sistem perjanjian sebelum melakukan transaksi yang dinamakan
akad. Akad adalah pertalian antara penyerahan (ijab) dan penerimaan (qabul)
yang dibenarkan oleh syariah, yang menimbulkan akibat hukum terhadap objeknya.
Menurut Abdul Razak Al-Shanhuri, akad adalah kesepakatan dua belah pihak atau
lebih yang menimbulkan kewajiban hukum yaitu konsekuensi hak dan kewajiban,
yang mengikat pihak-pihak yang terkait langsung maupun tidak langsung dalam
kesepakatan tersebut.
Adapun jenis-jenis akad
antara lain :
a. Akad
tabarru’ yaitu segala macam perjanjian yang menyangkut transaksi nirlaba. Transaksi
ini pada hakikatnya bukan transaksi bisnis untuk mencari keuntungan komersial.
Akad tabarru’ dilakukan dengan tujuan tolong-menolong dalam rangka berbuat
kebaikan.
b. Akad
tijarah atau muawadah yaitu segala macam perjanjian yang menyangkut transaksi
untuk laba. Akad ini dilakukan dengan tujuan mencari keuntungan, oleh karena
itu bersifat komersial.
Rukun dan syarat sahnya
suatu akad ada tiga, yaitu :
a. Pelaku
Pelaku yaitu para pihak
yang melakukan akad (penjual) dan pembeli, penyewa, dan yang menyewakan,
karyawan dan majikan, shahibul maal dan mudharib.
b. Objek
Objek akad merupakan
sebuah konsekuensi yang harus ada dengan dilakukannya suatu transaksi tertentu.
Objek jual beli adalah barang dagangan. Objek mudharabah dan musyarakah adalah
modal dan kerja. Objek sewa-menyewa adalah manfaat atas barang yang disewakan
dan sebagainya.
c. Ijab
qabul
Ijab qabul merupakan
kesepakatan dari para pelaku dan menunjkkan mereka saling ridha. Tidak sah
suatu transaksi apabila ada salah satu pihak yang terpaksa melakukannya, dan
oleh karenanya akad dapat menjadi batal.
Selain sistem
perjanjian sistem keuangan islam juga mengatur kegiatan – kegiatan yang
dilarang dalam bertransaksi menurut aturan islam yakni :
1. Aktivitas
Bisnis Terkait Barang dan Jasa yang Diharamkan Allah
Merupakan aktivitas
investasi dan perdagangan atau semua transaksi yang melibatkan barang dan jasa
yang diharamkan Allah seperti babi, khamar atau minuman yang memabukkan,
narkoiba, dan sebagainya.
2. Riba
Riba berasal dari
bahasa Arab yang berarti tambahan (al-ziyadah), berkembang (an-nuwuw),
meningkat (al-irtifa’) dan membesar (al-‘uluw). Menurut Imam Sarakhzi, riba
adalah tambahan yang disyaratkan dalam transaksi bisnis tanpa adanya padanan
yang dibenarkan syariah atas penambahan tersebut.
3. Penipuan
Penipuan terjadi
apabila salah satu pihak mengetahui informasi yang diketahui pihak lain dan
dapat terjadi dalam empat hal, yaitu : dalam kuantitas, dalam kualitas, dalam
harga, dan dalam waktu penyerahannya.
4. Perjudian
Transaksi perjudian
adalah transaksi yang melibatkan dua belah pihak atau lebih, dimana mereka
menyerahkan uang atau harta kekayaan lainnya, kemudian mengadakan permainan
tertentu, baik dengan kartu, adu ketangkasan, kuis sms, tebak skor bola, atau
media lainnya.
Pihak yang menang
berhak atas hadiah yang dananya dikumpulkan dari kontribusi para pesertanya.
Sebaliknya, apabila dalam undian itu kalah, maka uangnya pun harus direlakan
untuk diambil oleh yang menang.
5. Transaksi
yang Mengandung Ketidakpastian / Gharar
Syariah melarang
transaksi yang mengandung ketidakpastian (ghara). Gharar terjadi ketika
terdapat incomplete information, sehingga ada ketidakpastian antara dua belah
pihak yang bertransaksi. Ketidakjelasan ini dapat menimbulkan pertikaian antara
para pihak dan ada pihak yang dirugikan. Ketidakjelasan dapat terjadi dalam
lima hal, yaitu : dalam kuantitas, kualitas, harga, waktu penyerahan, dan akad.
6. Penimbunan
Barang / Ihtikar
Penimbunan adalah
membeli sesuatu yang dibutuhkan masyarakat, kemusian menimpannya, sehingga
barang tersebut berkurang di pasaran dan mengakibatkan peningkatan harga.
Penimbunan seperti ini
dilarang karena dapat merugikan orang lain dengan kelangkaannya atau sulit
didapat dan harganya yang tinggi. Dengan kata lain, penimbun mendapatkan
keuntungan yang besar di bawah penderitaan orang lain.
7. Monopoli
Alasan larangan
monopoli sama dengan larangan penimbunan barang, walaupun seorang monopolis
tidak selalu melakukan penimbunan barang. Monopoli, biasanya dilakukan dengan
membuat entry barrier untuk menghambat produsen atau penjual masuk ke pasar
agar ia menjadi pemain tunggal di pasar dan dapat menghasilkan keuntungan yang
tinggi.
8. Rekayasa
Permintaan (Bai’an Najsy)
An-Najsy termasuk dalam
kategori penipuan, karena merekayasa permintaan dimana satu pihak berpura-pura
mengajukan penawaran dengan harga yang tinggi, agar calon pembeli tertarik dan
membeli barang tersebut dengan harga yang tinggi.
9. Suap
Suap dilarang karena
suap dapat merusak sistem yang ada di dalam masyarakat sehingga menimbulkan
ketidakadilan sosial dan persamaan perlakuan. Pihak yang membayar suap pasti
akan diuntungkan dibandingkan yang tidak membayar.
10. Penjual
Bersyarat / Ta’alluq
Ta’alluq terjadi
apabila ada dua akad saling dikaitkan dimana berlakunya akad pertama tergantung
pada akad kedua, sehingga dapat mengakibatkan tidak terpenuhinya rukun (sesuatu
yang harus ada dalam akad) yaitu objek akad.
11. Pembelian
Kembali oleh Penjual dari Pihak Pembeli (Bai’al Inah)
Misalnya, A menjual
secara kredit pada B kemudian A membeli kembali barang yang sama dari B secara
tunai. Dari contoh ini, kita lihat ada dua pihak yang seolah-olah melakukan
jual-beli, namun tujuannya bukan untuk mendapatkan barang, melainkan A mengharapkan
untuk mendapatkan uang tunai sedangkan B mengharapkan kelebihan pembayaran.
12. Jual
Beli dengan Cara Talaqqi Al-Rukban
Jual beli dengan cara
mencegat atau menjumpai pihak penghasil atau pembawa barang perniagaan dan
membelinya, dimana pihak penjual tidak mengetahui harga pasar atas barang
dagangan yang dibawanya, sementara pihak pembeli mengharapkan keuntungan yang
berlipat dengan memanfaatkan ketidaktahuan mereka.
Sedangkan kegiatan –
kegiatan dalam bertransaksi yang dianjurkan dan dihalalkan dalam sistem
keuangan islam dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1. Akad
investasi yang merupakan jenis akad tijarah dengan bentuk uncertainty contract.
a. Mudharabah
Mudharabah adalah suatu
perkongsian antara dua pihak dimana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan
dana, dan pihak kedua (mudharib) bertanggung jawab atas pengelolaan usaha. Keuntungan
dibagikan sesuai dengan ratio laba yang disepakati bersama, dan kerugian hanya
ditanggung pemilik dana sepanjang tidak ada unsur kesengajaan dan kelalaian
oleh mudharib.
b. Musyarakah
Musyarakah adalah akad
kerja sama yang terjadi antara para pemilik modal untuk menggabungkan modal dan
melakukan usaha secara bersama dalm suatu kemitraan, dengan nisbah bagi hasil
sesuai dengan kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung secara proporsional
sesuai dengan kontribusi modal.
2. Akad
jual beli atau sewa-menyewa yang merupakan jenis akad tijarah dengan bentuk
certainty contract.
a. Murabahah
Murabahah adalah
transaksi penjualan barang dengan menyatakan biaya perolehan dan keuntungan
yang disepakati antara oenjual dan pembeli.
b. Salam
Salam adalah transaksi
jual beli dimana barang yang diperjualbelikan belum ada. Barang diserahkan
secara tangguh, sedangkan pembayarannya dilakuakan secara tunai.
c. Istishna’
Istishna’ memiliki
sistem yang mirip dengan saham, namun dalam istishna’ pembayaran dapat
dilakukan di muka, cicilan dalam beberapa kali atau ditangguhkan selama jangka
waktu tertentu.
d. Ijarah
Ijarah adalah akad
sewa-menyewa antara pemilik objek sewa dan penyewa untuk mendapatkan manfaat
atas objek sewa yang disewakan.
3. Akad
lainnya
a. Sharf
Sharf adalah perjanjian
jual beli suatu valuta dengan valuta lainnya. Transaksi jual beli mata uang
asing dapat dilakukan baik dengan sesama mata uang yang sejenis maupun yang
tidak sejenis.
b. Wadiah
Wadiah dapat
didefinisikan sebagai akad penitipan dari pihak yang mempunyai uang atau barang
kepada pihak yang menerima titipan dengan catatan kapanpun titipan diambil
pihak pertama titipan wajib menyerahkan kembali auang atau barang titipan
tersebut.
c. Qardhul
Hasan
Pinjaman yang tidak
mempersyaratkan adanya imbala, waktu pengembalia pinjaman ditetapkan bersama
antara pemberi dan penerima pinjaman.
d. Al-Wakalah
Wakalah
adalah mewakilkan suatu urusan kepada orang lain untuk bertindak
atas namanya. Dengan kata lain wakalah dapat diartikan sebagai jasa pemberian
kuasa dari satu pihak ke pihak lain, dan untuk jasanya itu, yang dititipkan
dapat memperoleh fee sebagai imbalan.
e. Kafalah
Kafalah adalah
perjanjian pemberian jaminan atau penanggungan atas pembayaran utang satu pihak
pada pihak lain.
f. Hiwalah
Hiwalah adalah
pengalihan utang atau piutang dari pihak pertama kepada pihak lain atas dasar
saling mempercayai. Dengan kata lain, hiwalah adalah proses pemindahan tanggung
jawab pembayaran hutang dimana A mempunyai hutang ke C dan dalam waktu yang
sama, B mempunyai hutang ke A, atas persetujuan bersama B melunasi hutang A ke
C.
g. Rahn
Rahn merupakan sebuah
perjanjian pinjaman dengan jaminan asset berupa penahanan harta milik si
peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar